Pengertian
Jaminan Gadai
Di dalam Jaminan Gadai
terdapat beberapa pengertian mengenai Gadai antara lain di dalam hukum positif
maupun pendapat para ahli, antara lain:
1. Menurut pasal 1150 KUH perdata, Gadai
adalah: “Suatu hak yang diperoleh kreditur atau suatu barang bergerak yang
diserahkan ke padanya oleh debitur atau oleh kuasanya, sebagai jaminan atas
utangnya dan yang memberi wewenang kepada kreditur untuk mengambil plunasan
piutang dari barang itu dengan mendahului kreditur-kreditur lain, dengan
pengecualian biaya penjualan sebagai pelaksanaan putusan atas tuntutan mengenai
kepemilikan atau penguasaan dan biaya penyelamatan barang itu, yang dikeluarkan
setelah barang itu diserahkan sebagai
gadai dan yang harus didahulukan”.[1]
2. Dalam artikel 1196 vv, titel 19 buku 111 NBW[2]
yang berbunyi bahwa Gadai adalah:“Hak kebendaan atas barang bergerak untuk
mengambil pelunasan dari barang tersebut secara didahulukan”.
3. Menuru Sigit Triandaru, Pegadaian adalah satu-satunya
badan usaha di Indonesia yang resmi memiliki izin untuk melaksanakan kegiatan
lembaga keuangan berupa pembayaran dalam bentuk penyaluran dana pada masyarakat
dengan dasar hukum gadai.
4. Menurut Susilo, Pegadaian adalah salah satu lembaga
keuangan non-bank yang kegiatan utamanya menyediakan pembiayaan bagi masyarakat
luas untuk tujuan konsumsi, produksi, dan berbagai tujuan lainnya.
5. Menurut Siamat, Pegadaian adalah salah satu lembaga
yang menyediakan pelayanan bagi kemanfaatan umum dan memupuk keuntungan
berdasarkan prinsip pengelolaan.
6. Menurut Arthesa dan Handiman, Pegadaian adalah salah
satu lembaga keuangan bukan bank di Indonesia yang membiayai kebutuhan
masyarakat, baik yang produktif maupun konsumtif, dengan menerapkan sistem
hukum gadai.
7. Menurut Subagyo, pegadaian adalah suatu lembaga
keuangan bukan bank yang memberikan kredit kepada masyarakat dengan corak
khusus, yakni hukum gadai.[3]
Dasar Hukum
Gadai
Dasar Hukum Gadai dapat kita temui di dalam peraturan
perundang-undangan baik KUHPerdata, Peraturan Pemerintah, maupun Keputusan
Presiden. Antara lain sebagai berikut:
1.
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata pasal 1150-1160.[4]
2.
Peraturan Pemerintah No. 103 Tahun 2000 Tentang
Perusahaan Umum (Perum) Pegadaian.[5]
3.
Keputusan Presiden No. 56 Tahun 1965 Tentang
Pokok-Pokok Organisasi dan Tata Kerja Perusahaan Jawatan Pegadaian.[6]
Unsur-Unsur
dan Sifat Gadai
Unsur-Unsur Gadai[7]
Sesuatu dapat dikatakan sebagai Gadai jika:
1. gadai
diberikan hanya atas benda bergerak;
2. jaminan
gadai harus dikeluarkan dari penguasaan Pemberi Gadai (Debitor), adanya
penyerahan benda gadai secara fisik (lavering);
3. gadai
memberikan hak kepada kreditor untuk memperoleh pelunasan terlebih dahulu atas
piutang kreditur (droit de preference);
4. gadai
memberikan kewenangan kepada kreditor untuk mengambil sendiri pelunasan secara
mendahului.
Sifat Gadai
1. Gadai
merupakan perjanjian yang bersifat assesoir (tambahan) terhadap perikatan
pokok, yang tanpa adanya keberadaan dari utang pokok, maka hak atas benda yang
digadaikan tidak pernah ada. Gadai diberikan setelah adanya perjanjian pokok;
2. Bersifat
memaksa, berkaitan dengan adanya penyerahan secara fisik benda gadai dari
Debitur/Pemberi Gadai kepada Kreditur/Penerima Gadai;
3. Dapat
beralih atau dipindahkan, benda gadai dapat dialihkan atau dipindahkan oleh
Penerima Gadai kepada Kreditur lain namun dengan persetujuan dari Pemberi
Gadai;
4. Bersifat
individualiteit, sesuai Pasal 1160 KUH Perdata, bahwa benda gadai melekat
secara utuh pada utangnya meskipun karena meninggalnya debitur atau kreditur
diwariskan secara terbagi-bagi, namun hak gadai atas benda yang digadaikan
tidak dapat hapus dengan begitu saja hingga seluruh utang telah dilunasi;
5. Bersifat
menyeluruh (totaliteit), berarti hak kebendaan atas gadai mengikuti segala
ikutannya yang melekat dan menjadi satu kesatuan dengan benda terhadap mana hak
kebendaan diberikan;
6. Tidak dapat
dipisah-pisahkan (Onsplitsbaarheid), berarti pemberian gadai hanya dapat
diberikan untuk keseluruhan benda yang dijadikan jaminan dan tidak mungkin
hanya sebagian saja;
7. Mengikuti
bendanya (Droit de suite), pemegang hak gadai dilindungi hak kebendaannya, ke
tangan siapapun kebendaan yang dimiliki dengan hak kebendaan tersebut beralih,
pemilik berhak untuk menuntut kembali dengan atau tanpa disertai ganti rugi;
8. Bersifat
mendahulu (droit de preference), bahwa Penerima Gadai mempunyai hak yang
didahulukan terhadap kreditur lainnya untuk mengambil pelunasan piutangnya atas
hasil eksekusi benda gadai;
9. Sebagai Jura
in re Aliena (yang terbatas), gadai hanya semata-mata ditujukan bagi pelunasan
utang. Gadai tidaklah memberikan hak kepada Pemegang Gadai/Penerima Gadai untuk
memanfaatkan benda yang digadaikan, terlebih lagi mengalihkan atau memindahkan
penguasaan atas benda yang digadaikan tanpa izin dari Pemberi gadai.[8]
Subjek dan
Objek dalam Jaminan Gadai
Subyek
Gadai[9]
a.
Dari segi individu (person), yangmenjadi subyek gadai
adalah setiap orang sebagaimana dimaksud Pasal 1329 KUH Perdata.
b.
Para Pihak, yang menjadi subyek gadai adalah:
- Pemberi Gadai atau Debitur.
- Penerima Gadai atau Kreditur.
- Pihak Ketiga yaitu orang yang disetujui oleh Pemberi
Gadai dan Penerima Gadai untuk memegang benda gadai sehingga disebut Pemegang
gadai.
Obyek
Gadai[10]
Benda bergerak baik bertubuh maupuntidak bertubuh.
Gadai Saham
Dalam
Gadai kita juga mengenal istilah Gadai Saham[11],
Undang-Undang No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, hanya mengenal
klasifikasi saham atas nama. Walaupun demikian pasal 53 ayat (1), (2), dan (3)
UUPT menyatakan bahwa, Anggaran Dasar PT dapat menetapkan lebih dari satu
diantaranya sebagai saham biasa. Saham biasa adalah saham yang memberikan hak
kepada pemiliknya seperti yang tercantum pada pasal 52 ayat (1) UUPT untuk:
1. Menghadiri
dan mengeluarkan suara dalam RUPS;
2. Menerima
pembayaran deviden dan sisa kekayaan hasil likuidasi; dan
3. Menjalankan
hak lainnya berdasarkan Undang-Undang.
Menurut
pasal 60 ayat (1) UUPT, saham merupakan benda bergerak. Oleh karena saham
dikategorikan benda sebagai benda bergerak, maka saham dapat dijadikan sebagai
jaminan hutang. Gadai saham diatur dalam pasal 60 ayat (2) dan (3) UUPT. Saham
dapat diagunkan dengan Gadai atau Jaminan Fidusia sepanjang tidak ditentukan
lain dalam Anggaran Dasar suatu Perseroan. Artinya, ketentuan tersebut
memberikan kemungkinan pemegang saham untuk mengagunkan saham yang ia miliki
dengan Gadai atau Fidusia, namun Anggaran Dasar Perseroan dapat melarang Gadai
atau Fidusia atas saham.
Setelah
akta Gadai atas saham atau akta Jaminan Fidusia ditandatangani, Gadai tersebut
wajib dicatatkan dalam Daftar Pemegang Saham dan Daftar Khusus. Hal ini dimaksudkan
agar Perseroan atau pihak lain yang berkepentingan dapat mengetahui mengenai
status saham tersebut. Kemudian yang harus diperhatikan sekali oleh pemegang
Gadai adalah bunyi pasal 60 ayat(4) UUPT yaitu: “Hak suara atas saham yang
diagunkan dengan Gadai atau Jaminan Fidusia tetap berada pada pemegang saham”
sesuai dengan penjelasan pasal tersebut, dikatakan bahwa ketentuan ini
menegaskan kembali asas hukum yang tidak memungkinkan pengalihan hak suara
terlepas dari kepemilikan atas saham. Sedangkan hak lain di luar hak suara
dapat diperjanjikan sesuai dengan kesepakatan di antara pemegang saham dan
pemegang agunan. Maka untuk menghindari itikad tidak baik dari pemberi Gadai
yang menyalahgunakan hak-hak sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 52 ayat (1)
UUPT, sebaiknya, dalam perjanjian Gadai diberikan kuasa kepada pemegang Gadai,
untuk dan atas nama pemberi Gadai saham, melakukan hak-hak sebagaimana yang
dimaksud dalam pasal 52 ayat (1) UUPT selama utang belum dibayar lunas.
Eksekusi dalam Gadai
Eksekusi dalam gadai bilamana
Debitur wanprestasi atau tidak sanggup membayar
Apabila
debitur atau Pemberi Gadai cidera janji, eksekusi terhadap benda yang menjadi
obyek Jaminan Gadai dapat dilakukan :
1. Kreditur
diberikan hak untuk menyuruh jual benda gadai manakala debitur ingkar janji,
sebelum kreditur menyuruh jual benda yang digadaikan maka ia harus
memberitahukan terlebih dahulu mengenai maksudnya tersebut kepada debitur atau
Pemberi Gadai;
2. Suatu
penjualan benda gadai oleh kreditur berdasarkan perintah pengadilan, maka
kreditur wajib segera memberitahukan kepada Pemberi Gadai.
Hapusnya
Gadai[12]
Hapusnya Gadai antara lain:
1. Apabila
benda gadai dikeluarkan dari kekuasaan Penerima Gadai dan kembali ke tangan
Pemberi Gadai;
2. Manakala
perikatan pokok telah dilunasi atau jika utang pokok telah dilunasi semuanya
atau telah hapus;
3. Hilangnya
atau dicurinya benda gadai dari penguasaan Pemegang Gadai/Penerima Gadai
(musnahnya benda gadai);
4. Dilepaskannya
benda gadai secara sukarela oleh Pemegang/Penerima Gadai.
[1] Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata, Burgerlijk
Wetboek. Psl 1150.
[2] Artikel
1196 vv, titel 19 buku 111 NBW
[3] Sumber: http://dilihatya.com/2530/pengertian-pegadaian-menurut-para-ahli.
Diunduh: 13 Desember 2014. Penulis: Dilihatya.
[4] Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata. Psl 1150-1160.
[5]
Peraturan Pemerintah No. 103 Tahun 2000 Tentang Perusahaan Umum (Perum) Pegadaian.
[6]
Keputusan Presiden No. 56 Tahun 1965 Tentang Pokok-Pokok Organisasi dan Tata
Kerja Perusahaan Jawatan Pegadaian.
[7] Sumber: http://acienharahap.blogspot.com/2009/06/hukum-gadai.html. Diunduh:
8 Dsember 2014. Penulis: Acien Harahap.
[8] Sumber: http://acienharahap.blogspot.com/2009/06/hukum-gadai.html. Diunduh:
8 Dsember 2014. Penulis: Acien Harahap.
[9] Sumber: http://surya-muamalah.blogspot.com/2012/04/hukum-jaminan-perbandingan-gadai-dengan.html.
diunduh: 8 Desember 2014. Penulis: Muhlis Suryansyah.
[10] Sumber:
http://surya-muamalah.blogspot.com/2012/04/hukum-jaminan-perbandingan-gadai-dengan.html.
diunduh: 8 Desember 2014. Penulis: Muhlis Suryansyah.
[11] Sumber:
http://www.hukumperseroanterbatas.com/2011/11/03/gadai-saham/.
Diunduh: 8 Desember 2014. Penulis: Sofie W Widyana P.
[12] Sumber: http://acienharahap.blogspot.com/2009/06/hukum-gadai.html. Diunduh:
8 Dsember 2014. Penulis: Acien Harahap.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar